Galaksi Bimasakti memiliki lebih dari 100.000 planet yatim piatu atau planet nomad, alias planet yang tidak mengorbit bintang induk tertentu. Hal tersebut diketahui dari ekstrapolasi hasil observasi planet yang dilakukan dengan metode gravitational microlensing, melihat pengaruh gravitasi planet pada cahaya bintang.
Louis Strigari, ilmuwan dari Kavli Institute di Stanford University dan rekannya mendeteksi objek yang terdapat di Bimasakti, mulai dari yang sebesar Jupiter hingga sekecil Pluto. Berdasarkan hasil studi, ilmuwan menemukan bahwa tak ada cukup tata surya yang mempu menaungi seluruh planet yang ada, sehingga planet yatim piat umum.
Ada teori yang meyatakan bahwa planet yatim piatu semula berasal dari tata surya tertentu dan kemudian terlempar keluar. Hasil riset menunjukkan bahwa teori itu tak sepenuhnya berlaku. Lebih lanjut, hasil studi juga membuka pertanyaan baru tentang proses pembentukan planet serta pandangan baru tentang zona layak huni di luar Bumi.
“Jika ada planet nomad yang cukup besar dan memiliki atmosfer tebal, mereka bisa menjebak panas, memungkinkan bakteri untuk hidup,” kata Strigari seperti dikutip Discovery, Jumat (24/2/2012).
Hasil penelitian Strigari telah dikirim ke jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. Penelitian lebih lanjut bisa dilakukan dengan Wide-Field Infrared Survey Telescope (WFIRST) milik NASA dan Large Synooptic Telescope yang akan diluncurkan pada tahun 2020.
Astronom sejak lama bertanya-tanya bagaimana warna Bimasakti jika dilihat dari luar. Pertanyaan itu akhirnya terjawab dari hasil penelitian Jeffrey Newman, ilmuwan Universitas Pittsburg yang diumumkan di pertemuan American Astronomical Society ke 219 di Texas, Kamis (12/1/2012).
“Deskripsi terbaik yang bisa saya berikan adalah jika Anda melihat salju di awal musim semi, yang memiliki butiran salju halus, sekitar satu jam setelah fajar atau satu jam sebelum Matahari terbenam,” papar Newman seperti dikutip BBC, Kamis kemarin.
Dengan kata lain, Bimasakti sebenarnya memiliki warna putih. Selain bagai salju, Bimasakti juga bisa diibaratkan berwarna antara lampu pijar kuno dengan cahaya Matahari pada tengah hari. Keduanya berwarna putih, namun sedikit berbeda satu sama lainnya.
Informasi tentang warna galaksi ini bisa menjadi penting bagi astronom. “Warna galaksi itu mengatakan pada kita seberapa tua bintang yang ada di galaksi itu, kapan galaksi itu membentuk bintang. Apakah bintang-bintang yang ada terbentuk saat ini atau miliaran tahun yang lalu,” papar Newman.
Berdasarkan warna yang didapatkan, Newman mengungkapkan bahwa Bimasakti saat ini tengah ada pada tahap evolusi yang menarik. Tingkat pembentukan bintang berkurang seiring waktu. Apa yang terjadi kemudian masih teka-teki dan selalu menarik untuk dipelajari.
Para Yatim Piatu di Galaksi Bimasakti
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar